Selasa, 28 Oktober 2008 Whatever People Say I am, That’s What I’m Not
Apakah kalian pernah dengar lagu dari Arctic Monkeys..?
Jika belum pernah coba deh dengerin..wakakakaka (nyuruh mode : ON)
Jika pernah..mana yg menurut kalian lagu lebih bagus dalam album Arctic Monkeys berjudul Whatever People Say I am, That’s What I’m Not.?
Saya pernah bertanya pada temen yang tentunya juga suka pada band asal Inggris ini, menurut saya sih lagu “I Bet You Look Good on the Dancefloor” , but menurut dia “Mardy Bum”.
Sebenarnya, keduanya agak tidak tepat. Di album itu, kalau diputar beberapa kali lagi secara khusyuk, saya rasa juaranya adalah lagu “A Certain Romance”, sementara runner-up-nya adalah lagu “The View from the Afternoon”.
Review mengenai album itu, atau mengenai Arctic Monkeys sendiri, sudah banyak ditulis dan bisa dengan mudah di google atau wikipedia. Saya tidak fasih dalam sejarah dan detil perbedaan berbagai aliran music, jadi saya akan menulis soal-soal yang sifatnya personal (dan tentu saja subjektif) tentang mengapa, menurut saya, band dan album ini, kalau istilah anak jaman sekarang, keren abis.
Awalnya saya beli CD Whatever People Say I Am, That’s What I’m Not hanya karena judul album itu kok kesannya gagah betul. Waktu itu, dan mungkin sampai sekarang, saya tidak pasti, album itu tidak pernah dipajang di bagian best sellers. Sampai di rumah, album yang sampul dalamnya bergambar asbak penuh puntung rokok itu langsung saya pasang. Wah, rasanya segar betul. Meminjam kata-kata Gordon Brown (ya, betul, Perdana Menteri Inggris itu): “Arctic Monkeys would certainly wake you up in the morning”.
Salah satu sisi yang menarik buat saya adalah aksen mereka dalam bernyanyi. Susah payah saya menangkap pengucapan lirik mereka (bahkan untuk aksen British yang sudah aneh sekalipun). Di samping itu, lagunya sendiri memang rata-rata bertempo cepat. Ternyata aksen Yorkshire ini ada hubungannya dengan kota asal mereka: Sheffield.
Sheffield pernah merajai industri baja dunia, tetapi kemudian kalah bersaing dalam perdagangan internasional tahun 1970-an. Kota ini juga tidak tercantum dalam peta kesenian Inggris. Posisi semacam ini sedikit banyak mewarnai lirik lagu mereka, misalnya dalam “A Fake Tale of San Fransisco” , sinisme tentang impian anak muda dari kota kecil untuk menjadi bagian dari kultur metropolitan semacam San Fransisco dan New York. Tetapi Arctic Monkeys, seperti halnya gerakan indie, punk, atau alternatif manapun, selalu terjebak dalam paradoks yang sedikit ganjil: agar suara anti-kemapanan mereka sampai ke telinga orang banyak, cara paling efektif adalah melalui mekanisme pasar — simbol kemapanan dan cara yang mereka tuduh sebagai making up (those people) minds. Ironisnya, ini jadinya persis seperti judul album mereka: Whatever People Say I Am, That’s What I’m Not. Walaupun begitu, saya kira, suara mereka penting untuk didengar. Dan, hey, bagaimanapun ini blog musik, dan musik Monyet-monyet Kutub Utara ini memang asyik didengarkan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar